'BC313 Santri Untuk Negeri'

MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA....BLOG SEDANG DALAM MAINTENANCE

'HIDAYATUS SIROTH'

PEMUDA PEMBAWA PERUBAHAN

KEBAKARAN

KEBAKARAN HEBAT DI DESA PALEMBON

PAGAR NUSA

RATUSAN PESILAT MEMENUHI LAPANGAN KEC. KANOR

HARI SANTRI NASIONAL

NOBAR BIKIN GEMPAR

Sabtu, 30 Oktober 2010

Opini, Polemik Soeharto

"Belum pantas Soeharto diangkat menjadi pahlawan"

Surabaya (ANTARA) - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah menilai, mantan Presiden Soeharto belum saatnya diberi gelar Pahlawan Nasional.
"Kalau untuk sekarang, saya nilai belum saatnya Soeharto menyandang status Pahlawan Nasional," ujarnya ketika ditemui di Surabaya, Jatim, Sabtu.
Menurut adik mantan Presiden Gus Dur ini, penganugerahan gelar Pahlawan bagi presiden kedua Indonesia tersebut, baru sangat mungkin pada dua puluh tahun ke depan.
Pasalnya, saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih tidak rela dan enggan menyetujui Soeharto sebagai Pahlawan. Bahkan, lanjut Gus Sholah, hasil survei masih sebanyak 50 persen warga tidak sepakat Soeharto sebagai pahlawan.
"Mungkin 10 tahun lagi berkurang menjadi 30 persen. Kemudian, sekitar 20 tahunan lagi baru mayoritas setuju. Saya rasa, masyarakat saat ini luka mereka belum hilang," tutur Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang tersebut.
Disinggung layak atau tidaknya gelar itu diberikan, meski baru dua puluh tahun mendatang, Gus Sholah mengakuinya, jasa-jasa Soeharto selama sebelum memimpin maupun ketika memimpin memang harus diakui.
Hanya saja, tentang layak atau tidaknya, ia mengatakan bahwa panitia yang berhak menentukan. Sampai saat ini, panitia masih belum bisa memastikan apakah Soeharto berhak menyandang gelar tersebut.
"Bukan saya yang menentukan layak atau tidak, tapi panitia yang berhak. Kalau panitia menganggap layak, namun masyarakat tidak bagaimana? biarkan waktu yang akan memutuskannya," tukas pria berkaca mata itu.
Sementara, terkait rencana penganugerahan gelar pahlawan terhadap kakak kandungnya yang juga mantan Presiden RI keempat KH Abdurrachman Wahid atau Gus Dur, Gus Sholah mengaku tidak terlibat.
Menurut dia, biarkan keluarga Gus Dur sendiri yang mengurusi, dan tidak menjadi haknya terlibat atau bahkan mencampurinya secara pribadi.
"Biarkan keluarganya yang terlibat, dan itu bukan saya. Tapi kalau ditanya apakah saya setuju, secara subjektif saya menyetujuinya dan memang sangat layak," ucap mantan pasangan Wiranto sebagai calon Wakil Presiden RI tahun 2004 lalu tersebut.
dikutip dari  yahoo-news

   jangan mentang-mentang saudara gus,kinerja almarhum tidak ada yang dirasakan masyarakat. jangan terlalu subyektif deh.

Puisi; Rindu Itu

Rindu itu
Oleh: Achsanur Rofiq

Sekian lama terpaku dalam sendiri
Mencari arti perjalanan hidup ini
Meskipun ramai, kurasakan sunyi
Yang terdengar hanya jeritan hati

Aku rindu
Merindu
Sungguh menggebu
Begitu syahdu

Ku rindukan rindu itu
Rindu yang tak ingin tuk berlalu
Namun kini ku tak tahu
Kemana semua rindu itu

Aku rindu
Betapa ku merindu
Pada rindu
Yang kau berikan padaku

Aku rindu
Begitu membelenggu
Pada dirimu
Yang membuat rindu itu

Opini; Sumpah Pemuda VS Semangat Remaja


Waytenong Jum’at, 29 Oktober 2010. Dalam rangka memperingati hari Sumpah pemuda, SMPN I Waytenong mengadakan Lomba kebersihan kelas dan lomba membaca puisi. Lomba yang anggaran dananya Rp. 150.000; itu dilaksanakan penuh dengan semangat.
Sejak  kamis kemaren, para siswa sibuk membenahi kelas dan taman mereka. Dekorasi di ruangan kelas dirancang sedemikian rupa agar dewan juri terpukau saat meninjau kelas mereka. Berbagai macam pernak-pernik, mulai dari rantai yang terbuat dari kertas, origami dan lain sebagainya meramaikan suasana kelas. Hiasan dinding, yang kebanyakan di penuhi dengan foto tokoh-pahlawan juga menjadikan suasana menjadi terkesan penuh dengan perjuangan.
Sore itu, seolah langit ikut merasa terharu dengan semangat para remaja ini meneteskan ‘air mata’. Dan hal itu menambah semangat bagi mereka.
Pembagian tugas yang di manage dengan rapi membuat saya terkagum. Semua siswa-anggota kelas- mengerjakan tugas masing-masing ada bagian dekor, nyapu, membuang sampah taman dan ada pula yang sibuk berlatih membaca naskah Sumpah pemuda, dan di ujung kelas saya melihat seorang anak yang menghafal puisi dengan bahasa inggris. Sungguh mengagumkan “MALU, TIDAK BERUSAHA PENGEN JADI JUARA’ tulisan itulah yang terpampang di screen LCD, ada pula yang menyetel musik dengan beat yang tinggi ‘untuk menambah semangat mereka’ piker saya.
Di sini, bukan hadiah yang diperebutkan. Tapi image sebagai sang juara serta kekompakanlah yang menjadi hal utama yang ada di dalam benak adik-adik kita ini.
Keesokan harinya, gerbang sekolah belum di buka oleh staff keamanan sekolah, sudah banyak anak-anak yang menunggu dibukanya gerbang lading mereka mencari ilmu.
Saya perhatikan dari kejauhan, ternyata ada beberapa kelas yang belum finish. Ada yang menyapu, mengepel-lantai, karena malam sebelumnya hujan lumayan deras dan membuat kotor-kembali- lantai yang sudah mereka bersihkan kemaren sore. Ada jugaa yang masih berlatih untuk membuat penampilannya sempurna.
Pukul 09.00 lonceng sekolah berbunyi empat kali, tanda berkumpul. Semua murid menghambur ke lapangan, OSIS mempersiapkan Audio, Juri keliling kelas memberikan penilaian, dan anak-anak sanggar membuka acara dengan drama teatrikal sebelum ketua panitia memberikan sambutan.
Tersirat di wajah anak-anak rasa tidak sabar untuk segera mentas, namun tidak sedikit pula yang menggambarkan rasa grogi mereka, yaitu anak-anak kelas VII.
Satu persatu Mr. Teguh(guru seni budaya)- yang bertugas memberi nilai atas dramatisasi dan penghayatan puisi- memanggil nama anak yang akan tampil, sedangkan Ms. Rita(pihak UKS) memberikan nilai atas kesopanan serta kerapihan anak. Dan Ms. Titin(guru Bahasa Inggris) ditugaskan sebagai dewan penilai umum.
Setiap siswa yang mewakili kelas mereka menampilkan penampilan terbaik mereka. Ada yang membuat semua yang hadir ternganga karena penghayatan dan intonasi yang boleh dibilang mendekati sempurna, ada yang membuat semuanya tertawa, lantaran naskah yang ia bawa keliru. Dan banyak pula yang membuat ‘penonton’ sibuk dengan kesibukan masing-masing karena pembawaan puisi yang datar dan membosankan atau mungkin tidak mengerti arti dari puisi berbahassa inggris yang dibawakan anak-anak SBI.(seperti itulah anak-anak)

Dari kisah di atas tergambar, bagaimana remaja-remaja kita mempunyai semangat yang tinggi untuk memperingati hari sumpah pemuda yang ke 28. Bukan hadiah yang mereka perebutkan, namun rasa ingin menghargai perjuangan pemuda lah yang tertanam di benak mereka.
Hanya sebagai catatan, pelajar SMP belum di golongkan sebagai pemuda melainkan masih di golongkan ABG atau remaja.
Kenyataan yang penulis lihat, banyak sekali pemuda-dalam hal ini remaja tidak termasuk- yang tidak lagi mengerti akan nilai-nilai sumpah pemuda dan juga tentang pancasila.
Ada pemuda yang kegemarannya hanya merong-rong tangkup kekuasaan seorang pemimpin dan meneriakinya laiknya anjing kelaparan tanpa memberikan solusi yang jelas, kritis namun tidak logis. Bagaimana tidak, ketika disuruh menuntut, menilai dan menghakimi paling jagonya namun, saat diminta solusi yang tepat mereka diam sejuta bahasa. Hanya matanya yang melotot layaknya ikan asin yang dijemur.
Padahal belum tentu saat mereka diberikan kesempatan untuk memimpin, mereka dapat menjadi pemimpin yang sempurna bagi rakyatnya.
Mungkin mereka sudah lupa  tentang sila ke-4 “Kerakyatan yang pimpin oleh khidmad, kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan”
Kemajuan masyarakat adalah saat kepemimpinan berjalan dengan khidmad. Sekarang bagaimana bisa maju bila di rong-rong terus?! (mohon maaf kalo salah mengartikan). Kemudian, alangkah baiknya kalau kita punya pandangan ataupun pendapat-demi majunya bangsa ini tentunya- kita bermusyawarah dan tidak meneriaki dari luar.
Namun hal itu masih bisa dikatakan lebih baik daripada pemuda yang acuh tak acuh terhadap kedaulatannya. Tak peduli apa yang  terjadi dan tak mau ambil pusing. Hal inilah yang sebenarnya lebih merusak. “pemuda sekarang adalah pemimpin masa depan” itulah sabda nabi, apa jadinya bila pemimpin kelak adalah sosok yang acuh dan tak mau perduli.

Kritis dan acuh, sah-sah saja untuk mempergunakannya, tapi keduanya mempunyai tempat masing-masing. Kita harus tahu kapan saatnya untuk kritis dan kapan waktu yang pas untuk menggunakan jiwa cuek kita.
Demi majunya bangsa yang –mungkin- kita banggakan ini, marilah kembali kita ingat dan mengamalkan –makna- pancasila,memahami arti pengorbanan dan perjuangan serta menggali prestasi untuk membuktikan bahwa kita adalah pemuda yang berbakti kepada pertiwi agar para tidak sia-sia setiap darah yang mengucur, setiap nyawa yang melayang dan setiap air mata yang tak terbendung.
Jangan biarkan pertiwi menangis melihat anak-anaknya.
Buatlah bunda pertiwi tersenyum kembali

Jumat, 29 Oktober 2010

Opini; Nasib Honorer

"TIADA KENIKMATAN KECUALI SETELAH BERSUSAH PAYAH"
Oleh: Rofiq 
cah Nglarangan

       Keputusan pemerintah mengangkat Guru Bantu dan Staff Tata Usaha(Honorer) menjadi Pegawai Negeri Sipil telah berjalan secara bertahap. Dan tak ayal, para tenaga honorer menyambutnya dengan tangan terbuka lebar dan hati yang sumringah. Maklum saja, setelah menjadi pegawai negeri, harapan untuk mengenyam hidup yang lebih layak terbuka.
      Dua bulan terakhir, pendataan guru dan juga staff honorer dilakukan oleh Dinas Pendidikan Lampung Barat. Seluruh tenaga honorer-yang masa kerjanya 5 tahun ke atas-  mulai dari SD, SMP dan SMA berbondong-bondong melakukan pemberkasan untuk memenuhi persyaratan.
      Harapan mereka hanya satu, yaitu pemerintah mengapresiasi atas dedikasi mereka terhadap dunia pendidikan dan apa yang mereka kerjakan dan juga kesabaran mereka mendapatkan hasil yang maksimal-terangkat sebagai pegawai tentunya-.
      Formasi pengangkatan Tenaga honorer ini tak pandang bulu, basic pendidikan ataupun kasta mereka. Semua yang sudah mengabdi minimal lima tahun mempunyai kesempatan untuk berebut kursi pegawai. Apalagi pengangkatan ini secara otomatis tanpa ada ujian atau apapun itu. Pokoknya otomatis dah...he..
      Nasiib akan berputar...Ketika masih menjadi guru honor, mungkin gajinya seperempat dari gaji guru PNS, bahkan  mungkin ada yang kurang. beban kerja yang berlipat ganda, cuti yang sama dengan nganggur, semua itu akan sirna. Karena saat menjadi PNS kewajiban mengajarnya hanya tinggal 18 jam setiap minggunya, bisa cuti tapi gaji utuh dan semua fasilitas yang dimiliki oleh Pegawai, entah askes, tunjangan fungsional dan masih seabreg lagi.

      Pokoknya, untuk teman-teman yang mengikuti pendataan semoga sukses deh.Bwt Mr. Husni Tamrin, 'congratulation' we wait your tumpeng rice...hmmmm nyammmi.Buat mbak Rodiah, Asnah, Hendra Komandan Hendi....sabar ja dlu...he....

Puisi; Pemuda


Pemuda
Oleh: Achsanur Rofiq

Pemuda..
Suci sumpahmu masih terngiang
Pengorbananmu kan slalu ku kenang
Semangatmu kan jadi panutan

Pemuda…
Engkaulah pahlawan
Sang penerus perjuangan
Yang belum terselesaikan

Pemuda…
Kini engkau telah tiada
Penerusmu pun tinggal seberapa
Namun aku akan selalu setia
Tuk bangkitkan pertiwi yang sedang merana

Sungguh betapa menyakitkan
Saat kini semua hilang

Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa Indonesia
Tinggallah slogan semata

Pemuda…
Janganlah kau bersedih disana
Atas apa yang terjadi terhadap sang bunda
karena masih ada yang berusaha
meskipun tidak seberapa

takkan pernah berhenti air mata mengalir
takkan pernah usai segala kesedihan
takkan pernah
takkan pernah
kecuali kau kembali lahir di bumi pertiwi

Duhai bunda pertiwi tercinta
Maafkan putra-putrimu
Atas segala kelemahan
Untuk meneruskan perjuangan
Di dedikasikan untuk para pemuda yang telah berjuang membela martabat bangsa
82 tahun yang lalu.
Juga untuk para pemuda masa kini semoga mampu mampu menghayati arti naskah sumpah pemuda
Waytenong, Oktober-29-2010

Puisi; Tuhan


Tuhan
Oleh: Achsanur Rofiq

Di setiap hela nafas
Di setiap degub jantung
Disetiap langkah kaki
Kan ku sebut selalu nama-Mu

Tak pernah terbersit menduakan-Mu
Tak pernah ku ingin berhenti memuji-Mu
Karena hanya Kau yang Satu
Menguasai hidup dan matiku

Dalam dekapMu ku merindu
Dalam kasihmu aku malu
Dosa yang kian membelenggu
Akankah dapatkan ampunan-Mu

Tuhan
Setiap gerak langkah Engkau tahu
Berbisiknya hatipun Engkau tahu
Maka ampunilah dosaku
Berikanlah rahmatmu

Jujur aku malu Tuhan
Atas semua tindakan
Yang begitu memalukan
Sehingga Kau berikan teguran

Yaa Robb…
Malam ini aku bersimpuh
Malam ini aku mengeluh
Agar kudapatkan rasa teduh
Agar hilang semua gemuruh

Ya robb
Satu pintaku kepadaMu
Sebelum ajal menjemputku
Ijinkanlah aku
Mengamalkan semua ilmu
Yang telah Kau berikan padaku

Ku tahu Kau mendengarku
Kumohon perdulikan aku
Ku tahu Kau melihatku
Kumohon kasihanilah aku
Di atas bumi fajar bulan lampung barat, di dalam sebuah kamar usang. Saat langit hanya menyisakan kegelapan. Tanpa bintang, tanpa bulan.
terucap sebuah harap
Permohonan ampun seorang hamba yang hina dina
Terhadap tuhannya yang Maha Segala
Way tenong, oktober 28 2010

Kamis, 28 Oktober 2010

Puisi; Pertanyaan Bodoh

Pertanyaan Bodoh                        oleh: Achsanur Rofiq  
Benar-benar Gila    Banjir dimana-mana
Salah siapa?
Gunung meletus
Salah siapa?
Gempa dan tsunami
Salah siapa?
Janganlah engkau bertanya
Karena aku bukan siapa-siapa
Pemimpin korupsi
Salah siapa?
Rakyat menderita
Salah siapa?
Lpg meledak
Salah siapa?
Janganlah kau bertanya
Karena aku hanya masyarakat biasa
Salah siapa
Salah siapa
Aku jadi bertanya-tanya
Hingga membuatku gila
Salah siapa
Salah siapa
Pertanyaan bodoh
Yang membuat kita tertawa
hahaha
Hey….
Engkau yang duduk bersantai …
Apakah kamu tak mendengarnya
Dia bertanya-tanya
Ini semua salah siapa?
Janganlah kau diam saja
Hey…
Kenapa kau tak menjawabnya?
Apakah kau malu
Jika Bau busuk mulutmu tercium
Atau kamu juga sudah gila?
Ha ha ha
Aku jadi semakin gila
Dengan semua lelucon yang ada
Ha ha ha
Jangan engkau menertawakannya
Karena dia sudah benar-benar gila
Ha ha ha
Aku gila?
Salah siapa?
Salah siapa?salah siapa
Aku menjadi benar-benar gila

Rabu, 27 Oktober 2010

Dilema Bangsa Indonesia

Dilema Bangsa
Oleh: Achsanur Rofiq 
 
        Menjadi koruptor sepertinya adalah sebuah obsesi dari para pemuka bangsa kita yang menjangkit hingga rakyat kecil menengah. Gaya hidup yang mencerminkan kebobrokan bangsa ini menjadi kian menjamur. Kebiasaan ini tidak lepas dari hilangnya rasa tanggung jawab yang juga di bumbui dengan rasa maklum ataupun toleransi yang tinggi dari masyarakat kita yang notabene bisa dikatakan sebagai korban.
        Seolah ada kebanggaan tersendiri saat mereka memakan uang rakyat, dan korupsi dianggap sebagai sebuah resiko sebagai seorang pemimpin. Tak lama ini Gubernur Sumut Syamsul Arifin terjerat kasus korupsi APBD tahun 2002-2007 senilai sembilan puluh sembilan miliar rupiah. Bukan kata maaf kepada masyarakat yang ia sampaikan saat para wartawan mencoba meminta keterangannya,namun dengan datar kepala daerah ke-14 yang tersangkut kasus korup ini mengatakan “resiko seorang pemimpin” sangat ironi memang.
        Mungkin ada benarnya apa yang samsul katakan berkaitan dengan resiko seorang pemimpin, karena di rilis dari sebuah harian nasional sudah terbukti 150 bupati/walikota dan 17 gubernur yang terungkap kasusnya. Kenyataan itu seolah mengukuhkan bahwa pernyataan samsul itu memang benar adanya sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa resiko seorang pemimpin adalah harus korupsi atau minimal mencekik rakyatnya bukan memimpin dan meningkatkan derajat bangsa ini.
        Tidak menutup kemungkinan masih banyak para pemimpin yang masih belum terungkap kasus mereka mungkin berkat kelihaiannya ataupun jampe yang mereka punya mampu menutupi kebusukannya.
Fenomena yang sungguh menyedihkan memang, ketika rakyat sudah mulai kehilangan sosok pemimpin yang bisa dijadikan panutan yang mana berimbas pada lunturnya rasa bangga terhadap bangsa dan nasionalisme yang mulai menurun. Sangat patut kita khawatirkan akan adanya sebuah pemberontakan atau pembebasan daerah yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
        Lembaga Survei Indonesia (LSI) menjelaskan peningkatan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemimpin negeri ini semakin menurun. Pada awal Juli tahun 2009 bisa dikatakan mendekati nilai sempurna karena hasil survey menyatakan 85% masyarakat kita merasa puas terhadap kinerja SBY. Pada November menurun di angka 75% dan seakan semakin kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap presiden, pada akhir januari kembali menurun menjadi 70%.
        Banyak sekali hal yang menyebabkan semakin merosotnya kepuasan masyarakat, selalin permasalahan Bank century yang hilang begitu saja-begitu juga dengan kasus yang lain-, konversi minyak tanah ke tabung gas yang menuai kontroversi-karena banyaknya ledakan yang terjadi akibat tabung gas, dan juga penaikan Tarif Dasar Listrik membuat rakyat semakin merasa di injak.
        Kenyataannya para pemimpin saat ini sudah tidak lagi mempunyai responsibility terhadap apa yang mereka emban. Prinsip mengayomi rakyat telah luntur. Masih segar di ingatan kita ketika saudara-saudara kita di papua terkena musibah banjir banding, presiden kita malah duduk manis di Stadion Gelora Bung Karno untuk menyaksikan timnas yang juga jadi bulan-bulanan Timnas Uruguay saat itu. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana perasaan saudara-saudara kita yang berada di papua.

        Selain tidak adanya responsibility atau rasa tanggung jawab dari para pemimpin, kecenderungan untuk memaklumi serta toleransi yang tinggi juga ikut serta dalam membangun kebobrokan bangsa ini. Pernah suatu ketika seorang saudara saya membayar pajak bumi dan bangunan, di kwitansi tertera angka Rp.8500,- namun uang Rp.10.000,- yang diberikan kepada petugas-yang mana disini yang bersangkutan adalah Pak RT- tak di kembalikan dengan alasan tidak ada kembalian. Dengan rasa maklumnya saudara saya tidak menagih kembaliannya yang hanya berjumlah Rp.1500,-.
        Saat itu terbersit dalam pikiran saya, bahwasanya rasa gengsi karena tidak mau meributkan uang yang jumlahnnya tak seberapa itulah penyebab pemakluman yang terjadi. Mari kita bayangkan jika dalam satu RT ada dua ratus orang, sudah berapa dana yang masuk ke kantong petugas-petugas itu.
        Pemakluman dan toleransi seperti inilah yang dimanfaatkan oleh para pemimpin kita. Jangankan dampak yang tidak dirasakan secara langsung dalam hal ini korupsi tentunya, dampak kerugian yang langsung nyata dirasakan saja tidak begitu diperdulikan lantaran rasa gengsi itu. Dan hal itu menimbulkan pemikiran di benak para calon koruptor “toh kalau terungkap mereka tidak merasakan dampaknya secara langsung saja bisa memakluminya”.
        Dalam rangka meningkatkan mutu bangsa kita dituntut untuk menyeleksi rasa toleransi serta pemakluman dan juga memupuk rasa tanggung jawab kita. Ada kalanya kita harus bersikap tegas meskipun masalah yang kita hadapi hanya sepele demi menghindari kemudharatan yang lebih besar. Dalam kaidah ushul fiqh (dasar ilmu fiqih) dijelaskan “apabila ada nampak dua masalah yang berujung keburukan, lihat atau ambillah yang lebih kecil dampaknya”. Jangan sampai kita mejadi masyarakat yang berperan serta terhadap gerakan pembobrokan bangsa ini.