'BC313 Santri Untuk Negeri'

MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA....BLOG SEDANG DALAM MAINTENANCE

'HIDAYATUS SIROTH'

PEMUDA PEMBAWA PERUBAHAN

KEBAKARAN

KEBAKARAN HEBAT DI DESA PALEMBON

PAGAR NUSA

RATUSAN PESILAT MEMENUHI LAPANGAN KEC. KANOR

HARI SANTRI NASIONAL

NOBAR BIKIN GEMPAR

Senin, 29 November 2010

PUISI;

GURUKU
Oleh Opick Anwar

Petuahmu adalah embun penyejuk bagiku
Nasehatmu terngiang selalu dalam ingatanku
Tulus kasihmu mendamaikan nuraniku
Engkaulah yang terkasih Guruku

Aku bodoh kau pintarkan

Aku nakal kau buat benar
Aku malas kau buat rajin
aku menangis kau berikan hiburan

Wahai guruku....
Tak banyak yang dapat aku persembahkan
Tak lebih dari ucapan terima kasih
Dan secuil doa tulus yang selalu ku dengungkan

Guruku
Engkaulah pelita hidupku dalam kegelapan
Engkaulah embun penyejuk
Yang selalu menghilangkan dahaga muridmu
Dahaga akan ilmu pengetahuan yang tak pernah terjamah sebelumnya...

Sabtu, 06 November 2010

Puisi; Malam Bengi


Malam
 Oleh; Achsanur Rofiq Anwar
Kau begitu gelap
Kau begitu sunyi
Dan kau…
begitu sepi

Tak ada gelak tawa
Jua tak ada riang canda
Hanya kegelapan
Menyelimuti sebuah pengakuan

Malam
Kini kau menjadi saksi
Betapa hina diri ini
Merintih kepada ilahi

Malam
Dalam gelapmu ku goreskan isi hati
Dalam sunyimu ku damaikan nurani
Dalam dinginmu ku meratapi diri

Atas dosa yang ku jalani
Atas kufur yang ku sadari
Atas segala salah diri
Yang tak pernah bisa berhenti

Allah…
Kucoba luangkan waktu
Untuk merayuMu
Untuk memujaMu
Untuk menyerahkan hidup dan matiku

Allah…
Berapa lama aku akan hidup
Berapa lama nafas dapat ku hirup
Untuk terus dapat bersujud
Memuji kesucianMu yang tak pernah redup

Malam
Teruslah temani aku
Saat semua meninggalkanku

Malam
bisikkanlah rinduku
Kepada penguasa dirimu

Malam
Antarlah daku
Menuju kedamaian kalbu

Jumat, 05 November 2010

Puisi; Hilang

Hilang
Oleh: Achsanur Rofiq Anwar

Galau...
Gamang...
Lengang...
Dan Hilang...

Terkapar...
Tersudut....
Tanpa sadar...
Aku mulai hanyut...

Gusti...
Peluklah daku...
Kembalikan nyawaku...
Yang Kau renggut dariku...

Diam...
Sunyi...
Lalui malam...
Daku sendiri...

Duh Gusti...
Kembalikan diriku
Yang semakin hilang
Terpendam begitu dalam

Gelap...
Pengap...
Tak bergerak...
Aku hilang....

Tak ada kawan....
Tak ada lawan...
Namun kenyataan...
Bukanlah sebuah khayalan

Gusti...
Aku ingin kembali
Pada masaku
Yang telah aku lewati

Mana arahku...
Mana jalanku...
Kini ku tak tahu...
Siapa Penuntunku...

Kawan...
Ulurkan tanganmu...
Aku ingin bersamamu..
Ku tak ingin hilang dalam pilu..

Hilang...
Aku hilang tanpa tujuan...
Tak ada yang mengenalku...
Tak ada yang mengasihaniku...

Tuhan....
Kembalikan daku...
Kumohon padaMu
Yang menguasai diriku
Juga semua makhlukmu..


aku hilang....
cari mana tempatku..
tunjukkan padaku...
jika dirimu tahu...

h..i..l..a..n..g..

Selasa, 02 November 2010

Cerpen; Semangat Itu


Semangat Itu 
Oleh ; Achsanur Rofiq Anwar

Malam ini sangat melelahkan, satu cerpen dan satu artikel yang berhasil aku rampungkan dalam waktu tidak lebih dari empat jam. Yah,Walaupun hasilnya berantakan, tapi aku senang. Target dalam minggu ini harus selesai minimal sepuluh cerpen sudah hampir terkejar.
“ini pilihanku! Aku harus tetap menulis” tekadku,.
Ya, aku tak mungkin berhenti menulis, yang sudah jadi bagian hidupku. Walaupun karya yang aku hasilkan tidak membawa keuntungan secara materi, tapi ada kebanggaan dalam hatiku saat merangkai kata demi kata yang ada di dalam benakku. Itu karena dari awal tujuanku menulis adalah berdakwah dengan pena,meskipun saat ini yang aku gunakan adalah komputer Lab kampusku, he.... Semampuku aku berusaha membuat tulisan yang mencerahkan dan mendidik bagi pembaca dan masyarakat umum tentunya. Mulai dari opini cerpen atau artikel-artikel yang lain. Aku bercita-cita membuat cerpen lebih dari seratus dalam waktu tiga tahun kedepan. Tercapai atau tidak ya itu urusan nanti. Dan mulai dari sekaranglah aku mencoba merangkai mimpi-mimpi indahku itu.
Aku tahu Ayah tidak suka anaknya menjadi seorang  penulis.  Permasalahannya karena lebih dari empat puluh naskah yang sudah aku kirimkan ke redaksi tidak ada satupun yang dipublikasikan. Maklumlah masih tahap pembelajaran.
“Ayah ingin lihat kamu hidup dengan mapan dan dapat kerjaan yang layak yang sesuai dengan studimu, karena itulah ayah menyekolahkanmu jauh-jauh ke jakarta”, ujar ayah ketika aku liburan pulang dan melihat aku saat dirumah hanya menghabiskan waktu di depan komputer tua inventaris desa kepunyaannya yang tak jarang menghabiskan tinta printernya.
Aku diam saat itu, jujur aku bingung mau berkata apa untuk menjawabnya. Tanpa jawaban bukan maksudku untuk mengacuhkan orang yang selama ini sudah mendewasakanku.
Bagiku, saat menghadapi rintangan ataupun hal-hal yang menentang hobiku, justru semakin memacu adrenalinku untuk menunjukkan kepada mereka bahwa aku bisa.

Ayah, sosok yang kini telah renta hanyalah seorang pegawai desa dan dengan hasil jerih payahnya di sawah beliau mendanai semua keperluan kampusku –juga abangku yang telah mempunyai gelar LC-.
“ayah itu pilihkan kamu kuliah di jurusan bahasa Arab dan Studi Islam itu agar kamu dapat bekerja di Duta Besar kayak kak Irham, jadi kiai kayak kang munir, kang juned atau minimal kamu jadi guru aliah kayak mbak Lut. Bukan buat jadi penulis seperti yang kamu lakoni sekarang” ujarnya lagi.
‘ayah...begitu dalam aku mencintaimu. Aku tak pernah ingin menyakiti hatimu dengan bantahan konyolku. Ayah...maafkan aku’
Aku masih tak berani menjawab,meskipun batinku terdesak.
Ayah mungkin kecewa kepadaku, biaya kualihku selama ini memang berat, karena Ma’had Ustman bin Affan tempatku menempa ilmu adalah perguruan tinggi swasta,  dan uang yang dikeluarkan jauh lebih tinggi. Titel yang nanti kudapatkan  mungkin jadi sia-sia pikir ayah. Uang kiriman aku atur sedemikian rupa agar aku juga bisa mengirim naskahku ke redaksi dan untuk biaya cetak tulisanku. Makan dengan orek tempe tak jadi masalah demi mimpiku.
Jika menurutkan perasaan, mungkin sudah lama aku berhenti menulis. Godaan untuk tidak menulis semakin besar dan aku semakin tertantang.
Saat itu aku benar-benar merindukan pelukan ibuku, yang selalu mendamaikanku. Mungkin terkesan manja, tapi seperti itulah adanya relatifitas anak bungsu yang identik dengan manja. ‘ibu...aku rindu...seandainya kau bisa kembali’
saat itu hanya air mataku yang menjawab semua penyudutan ayah, namun aku tak mau ayah mengetahuinya.

“Buat apa sih kamu bikin cerita fiksi? Pekerjaan yang lebih identik dengan pembohongan”, kata Hendra, salah seorang karibku yang telah menajadi peternak ayam di kampung.
“tapi yang aku buatkan islami?”
“Meskipun Islami bagi gua tetep aja bo’ong. Kalo gak bo’ongan emang ada cerpen yang nyata?”
Rasanya ingin ku sarangkan kepalan kemulutnya, namun aku tak ingin hubungan yang kami jalin selama ini rusak, dan penyudutannya itu hanya ku jawab “Ya udah lakum dinukum waliadin, kerjaan gua ya gua yang ngerjain, lu punya kerjaan kerjain sendiri” dengan sedikit kesal.
Memang sih pertanyaan seperti itu seringkali menyecarku. Namun, aku bertekad walaupun nanti aku hidup di kampung dan tidak pernah lagi bergabung dengan komunitas yang selalu menguatkan ku seperti di kampus dulu, aku tidak ingin lebur seperti angin meniupkan debu. Untuk mengisi hari-hariku di saat luang aku selalu berlatih dan terus berlatih untuk mengasah kemampuanku dalam bidang menulis. Karena setiap kali aku terjatuh dan merasa bimbang, aku selalu mengingat ucapan dari seorang ustadz yang bergelut dalam bidang penulisan, ia berkata bahwasanya  bakat adalah hasil dari kemauan dan kerja keras yang diasah terus-menerus.
Aku tidak pernah pedulikan cerpen yang selama ini ku buat diterbitkan atau tidak, yang penting bagiku adalah membuat dan mengirimnya ke redaksi dan yang  paling utama apa yang ada dalam pikiranku terurai sudah. Karena sedari awal aku sudah meniatkan kegiatanku ini sebagai ibadah. Apalagi saat ini banyak sekali novel-novel remaja dengan genre teen lit dan chiklit yang jauh dari nilai-nilai islami.
“suatu saat akan aku buktikan bahwa aku bisa untuk berdakwah melalui pena, dan membuat para remaja itu berbalik mencintai novel-novel ataupun cerpen yang berbau islami” Tekad dalam batinku.
Aku tidak hanya mengirim karyaku ke satu majalah. Lebih dari tujuh redaksi ku kirim cerpenku dalam bulan ini. Aku tidak hanya membuatnya untuk remaja tapi juga membuat cerita pada masalah anak-anak. Usahaku tidak sia-sia, allah memberikan jalan bagi hambanya yang bersungguh-sungguh.
Pagi itu sebuah surat kabar memuat artikel yang aku kirim dua minggu yang lalu. Bisa kalian bayangkan bagaimana senangnya hati ini, sangat amat senang.
Bukan masalah honor yang akan aku dapatkan kawan, tapi rasa bangga atas apa yang ada didalam fikiran kita telah bisa dinikmati oleh orang banyak. Juga aku bisa membuktikan bahwa mutualitas tulisanku competitif.
Ucapan selamat mengalir deras dari teman-teman satu asrama. sujud syukurku padamu ya Allah, kau telah mendengar do’a hambaMu setelah sekian lama
“akan kujadikan koran ini sebagai bukti sejarah awal dari dakwah penaku” ujarku pada Rosyid sahabat yang selalu memberiku dukungan dan meminjamiku buku-buku yang akan aku jadikan referensi. “ya San, berawal dari artikel, merangkak ke novel, dan kamu akan menjadi penulis yang tulisannya best seller” dipukulnya pundakku, untuk mentransfer semangat yang ia miliki.
“aku hanya suka membaca, mengkritik, dan menilai, kalau untuk nulis kayaknya belum punya niatan” ucapnya suatu kali saat aku meminjam buku kepadanya dan menanyakan perihal ketertarikannya untuk menulis.

“ya apa bisa buat nyukupin biaya kuliahmu” ujar ayah saat aku kabari perihal terbitnya tulisanku di koran.Ya Allah,,,kenapa Kau menjadikan pertentangan antara kami?. Hatiku teriris saat itu. Aku, anaknya yang terakhir. Tak bisakah aku membuatmu bangga ayah?? Ampunilah aku ya Allah
Sepeninggalan ibu, ayah menjadi sosok yang terkesan egois. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Aku kehilangan mereka, ibu, yang selalu mendekapku dan memberikan jalan keluar saat aku merasa terdesak. Ayah, yang tak pernah protes terhadap pilihan anak-anaknya, kak irham yang kini berada jauh di Sudan untuk meneruskan S2nya. Semua telah hilang. Aku merindukan saat seperti dulu.

Hanya pena dan bukulah yang selalu setia menemani kesendirianku. Ku jadikan kertas sebagai pelampiasan atas segala sesuatu yang menimpa diriku, ku tumpahkan semua disana.


Satu dua hari berjalan berganti minggu dan bulan. Dan tulisanku mengalami banyak pembenahan sehingga tak sedikit yang telah terbit di media cetak. Hingga suatu hari sebuah forum penulis membuat lomba membuat cerpen. Ku layangkan surat kepada ayah, untuk mendapatkan restunya
“Kepada yang terkasih
         Ayahku terhebat
              Di surga kecil kita
Ananda awali surat ini dengan salamnya para penghuni surga dan semoga kita termasuk di dalamnya.
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Yah, nanda harap ayah senantiasa dalam lindunganNya. Amin. Dan Nanda disini alhamdulillah baik-baik saja, bagaimana yah sawahnya? Kebanjiran ya?!
Nanda gak perlu banyak basa-basi yah. Di surat ini nanda pengen ngasih kabar bahwa bulan depan nanda pengen ikut lomba membuat cerpen. Nanda tahu kalau ayah kurang setuju dengan dunia nanda yang akan kupilih.
Adanya nanda bersikukuh untuk tetap menulis bukan berarti nanda mencoba untuk durhaka. Yah, nanda sangat menghormati dan mencintai ayah, tapi belakangan ini nanda kehilangan ayah yang dulu. Nanda pengen membuktikan ke semuanya yah, nanda pengen berdakwah tapi dengan pena.
Bukankah dalam firmanNya Allah berfirman“alladzii ‘allama bil kolam” (yang mengajarkan manusia dengan pena. Hanya itu saja yah. Saat berhadapan, nanda gak kuat untuk membantah ayah meskipun batin nanda terdesak. Nanda gak pengen ayah sakit hati
Untuk sekarang nanda mohon do’a restunya untuk mengikuti lomba tersebut, semoga ayah bisa mengerti.

NB: oya yah, kiriman dari ayah aku tabung, nanti bisa buat nambahin beli pupukJ karena alhamdulilah kebutuhan kuliahku bisa sedikit terbantu dengan tulisan-tulisanku.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb         
Dari anakmu
Yang selalu merindukanmu
Itulah surat yang aku layangkan kepada ayah.

Kupersiapkan segalanya untuk menghadapi lomba itu. Semangatku untuk membanggakan orang-orang yang aku sayangi terutama ayah begitu membara. Tak perdulikan teman-temanku yang sudah terlelap, aku masih berkutat dengan buku-buku yang aku pinjam dari Rosyid untuk menambah perbendaharaan kata yang aku miliki.
Sesekali kulangkahkan jemariku di atas keyboard dengan penuh hati-hati agar tidak menimbulkan suara dan mengganggu teman-temanku yang beristirahat. Hingga suatu hari, datang surat balasan dari ayah.
“ayah menyayangi kalian, ayah bangga mempunyai anak seperti kalian. jadilah diri sendiri. Ayah mendukung dan merindukanmu. Peluk hangat dari ayah”.
Begitu singkat apa yang disampaikan oleh ayah, kata-kata yang sangat sedikit namun memenuhi relung hatiku hingga terasa sesak. Airmataku tak terbendung saat membaca surat yang datang dari ayah.
Ayah..Terimakasih atas setiap keringat yang mengalir untuk mendewasakanku, terima kasih untuk airmata dan semua pengorbanan sucimu. Terima kasih ayah, telah menuntunku menuju jalanNya. Maafkan anakmu yang masih berusaha untuk membanggakanmu. Yang belum pernah membuatmu bahagia.

Ku tumpahkan airmata yang tak mampu tuk ku bendung, aku tak peduli dengan mereka yang memperhatikanku. Aku tak perduli, kuharap kalian mengerti kawan.

Satu bulan berlalu dan perlombaanpun dimulai. Saat itu masjid Islamic Center Jakarta Timur adalah saksi bagaimana kami semua generasi penerus bangsa berusaha membenahi moral bangsa dengan karya tulis kami. Hanya Allah yang tahu niat yang terbersit dalam hati kami.
 Seluruh peserta menyerahkan karangan terbaik mereka. Dan hasil penilaiannya akan di umumkan minggu depan.
Taukah kalian kawan, dalam masa penantian seminggu terasa setahun. Dan itu benar adanya. Bahkan aku yakin kalian semua pernah merasakan yang dinamakan menunggu.
Sampailah saat yang ditunggu-tungu, yaitu pengumuman hasil penilaian dari karya tulis kami. Tiga nama di sebutkan sebagai pemenang juara pertama kedua dan tiga. Dua nama dipanggil sebagai juara harapan satu dan dua.
Dan namaku, sama sekali tidak disebutkan. Aku kalah, aku kalah kawan. Dan memang benar aku cukup sedih karena kepercayaan  diri yang terlalu tinggi membuatku merasa di atas angin. Dan itu akan aku jadikan pelajaran berharga dalam hidupku.
Tanpa patah arang, aku tak pernah berhenti untuk berusaha membahagiakan ayahku yang paling hebat-bagiku-. Tanganku terus menari di atas keyboard. Merangkai kata demi kata hingga akhirnya tersusunnya cerita ini.

Terima kasih ayah...semangatku yang kau kobarkan tak pernah padam untuk menghangatkanmu.

Ibu, entah dengan apa aku bisa ungkapkan kerinduan ini.andai waktu dapat kembali berputar, kan ku persembahkan hidupku untukmu. Maafkan anakmu yang belum bisa berbakti sepanjang hidupmu, tidak sempat ucapkan terima kasih dan maafku. Maafkan aku ibu. Tenangkan dirimu dalam pelikNya ibu. Hanya doaku yang iringi perjalananmu. Aku merindukanmu...

Mbak khus,,,terimakasih telah menggantikan ibu. Aku kangen sayur asem buatanmu.

Kak irham, terima kasih atas semua petuah dan bimbinganmu. Aku bangga menjadi adikmu.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Opini, Polemik Soeharto

"Belum pantas Soeharto diangkat menjadi pahlawan"

Surabaya (ANTARA) - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah menilai, mantan Presiden Soeharto belum saatnya diberi gelar Pahlawan Nasional.
"Kalau untuk sekarang, saya nilai belum saatnya Soeharto menyandang status Pahlawan Nasional," ujarnya ketika ditemui di Surabaya, Jatim, Sabtu.
Menurut adik mantan Presiden Gus Dur ini, penganugerahan gelar Pahlawan bagi presiden kedua Indonesia tersebut, baru sangat mungkin pada dua puluh tahun ke depan.
Pasalnya, saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih tidak rela dan enggan menyetujui Soeharto sebagai Pahlawan. Bahkan, lanjut Gus Sholah, hasil survei masih sebanyak 50 persen warga tidak sepakat Soeharto sebagai pahlawan.
"Mungkin 10 tahun lagi berkurang menjadi 30 persen. Kemudian, sekitar 20 tahunan lagi baru mayoritas setuju. Saya rasa, masyarakat saat ini luka mereka belum hilang," tutur Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang tersebut.
Disinggung layak atau tidaknya gelar itu diberikan, meski baru dua puluh tahun mendatang, Gus Sholah mengakuinya, jasa-jasa Soeharto selama sebelum memimpin maupun ketika memimpin memang harus diakui.
Hanya saja, tentang layak atau tidaknya, ia mengatakan bahwa panitia yang berhak menentukan. Sampai saat ini, panitia masih belum bisa memastikan apakah Soeharto berhak menyandang gelar tersebut.
"Bukan saya yang menentukan layak atau tidak, tapi panitia yang berhak. Kalau panitia menganggap layak, namun masyarakat tidak bagaimana? biarkan waktu yang akan memutuskannya," tukas pria berkaca mata itu.
Sementara, terkait rencana penganugerahan gelar pahlawan terhadap kakak kandungnya yang juga mantan Presiden RI keempat KH Abdurrachman Wahid atau Gus Dur, Gus Sholah mengaku tidak terlibat.
Menurut dia, biarkan keluarga Gus Dur sendiri yang mengurusi, dan tidak menjadi haknya terlibat atau bahkan mencampurinya secara pribadi.
"Biarkan keluarganya yang terlibat, dan itu bukan saya. Tapi kalau ditanya apakah saya setuju, secara subjektif saya menyetujuinya dan memang sangat layak," ucap mantan pasangan Wiranto sebagai calon Wakil Presiden RI tahun 2004 lalu tersebut.
dikutip dari  yahoo-news

   jangan mentang-mentang saudara gus,kinerja almarhum tidak ada yang dirasakan masyarakat. jangan terlalu subyektif deh.

Puisi; Rindu Itu

Rindu itu
Oleh: Achsanur Rofiq

Sekian lama terpaku dalam sendiri
Mencari arti perjalanan hidup ini
Meskipun ramai, kurasakan sunyi
Yang terdengar hanya jeritan hati

Aku rindu
Merindu
Sungguh menggebu
Begitu syahdu

Ku rindukan rindu itu
Rindu yang tak ingin tuk berlalu
Namun kini ku tak tahu
Kemana semua rindu itu

Aku rindu
Betapa ku merindu
Pada rindu
Yang kau berikan padaku

Aku rindu
Begitu membelenggu
Pada dirimu
Yang membuat rindu itu

Opini; Sumpah Pemuda VS Semangat Remaja


Waytenong Jum’at, 29 Oktober 2010. Dalam rangka memperingati hari Sumpah pemuda, SMPN I Waytenong mengadakan Lomba kebersihan kelas dan lomba membaca puisi. Lomba yang anggaran dananya Rp. 150.000; itu dilaksanakan penuh dengan semangat.
Sejak  kamis kemaren, para siswa sibuk membenahi kelas dan taman mereka. Dekorasi di ruangan kelas dirancang sedemikian rupa agar dewan juri terpukau saat meninjau kelas mereka. Berbagai macam pernak-pernik, mulai dari rantai yang terbuat dari kertas, origami dan lain sebagainya meramaikan suasana kelas. Hiasan dinding, yang kebanyakan di penuhi dengan foto tokoh-pahlawan juga menjadikan suasana menjadi terkesan penuh dengan perjuangan.
Sore itu, seolah langit ikut merasa terharu dengan semangat para remaja ini meneteskan ‘air mata’. Dan hal itu menambah semangat bagi mereka.
Pembagian tugas yang di manage dengan rapi membuat saya terkagum. Semua siswa-anggota kelas- mengerjakan tugas masing-masing ada bagian dekor, nyapu, membuang sampah taman dan ada pula yang sibuk berlatih membaca naskah Sumpah pemuda, dan di ujung kelas saya melihat seorang anak yang menghafal puisi dengan bahasa inggris. Sungguh mengagumkan “MALU, TIDAK BERUSAHA PENGEN JADI JUARA’ tulisan itulah yang terpampang di screen LCD, ada pula yang menyetel musik dengan beat yang tinggi ‘untuk menambah semangat mereka’ piker saya.
Di sini, bukan hadiah yang diperebutkan. Tapi image sebagai sang juara serta kekompakanlah yang menjadi hal utama yang ada di dalam benak adik-adik kita ini.
Keesokan harinya, gerbang sekolah belum di buka oleh staff keamanan sekolah, sudah banyak anak-anak yang menunggu dibukanya gerbang lading mereka mencari ilmu.
Saya perhatikan dari kejauhan, ternyata ada beberapa kelas yang belum finish. Ada yang menyapu, mengepel-lantai, karena malam sebelumnya hujan lumayan deras dan membuat kotor-kembali- lantai yang sudah mereka bersihkan kemaren sore. Ada jugaa yang masih berlatih untuk membuat penampilannya sempurna.
Pukul 09.00 lonceng sekolah berbunyi empat kali, tanda berkumpul. Semua murid menghambur ke lapangan, OSIS mempersiapkan Audio, Juri keliling kelas memberikan penilaian, dan anak-anak sanggar membuka acara dengan drama teatrikal sebelum ketua panitia memberikan sambutan.
Tersirat di wajah anak-anak rasa tidak sabar untuk segera mentas, namun tidak sedikit pula yang menggambarkan rasa grogi mereka, yaitu anak-anak kelas VII.
Satu persatu Mr. Teguh(guru seni budaya)- yang bertugas memberi nilai atas dramatisasi dan penghayatan puisi- memanggil nama anak yang akan tampil, sedangkan Ms. Rita(pihak UKS) memberikan nilai atas kesopanan serta kerapihan anak. Dan Ms. Titin(guru Bahasa Inggris) ditugaskan sebagai dewan penilai umum.
Setiap siswa yang mewakili kelas mereka menampilkan penampilan terbaik mereka. Ada yang membuat semua yang hadir ternganga karena penghayatan dan intonasi yang boleh dibilang mendekati sempurna, ada yang membuat semuanya tertawa, lantaran naskah yang ia bawa keliru. Dan banyak pula yang membuat ‘penonton’ sibuk dengan kesibukan masing-masing karena pembawaan puisi yang datar dan membosankan atau mungkin tidak mengerti arti dari puisi berbahassa inggris yang dibawakan anak-anak SBI.(seperti itulah anak-anak)

Dari kisah di atas tergambar, bagaimana remaja-remaja kita mempunyai semangat yang tinggi untuk memperingati hari sumpah pemuda yang ke 28. Bukan hadiah yang mereka perebutkan, namun rasa ingin menghargai perjuangan pemuda lah yang tertanam di benak mereka.
Hanya sebagai catatan, pelajar SMP belum di golongkan sebagai pemuda melainkan masih di golongkan ABG atau remaja.
Kenyataan yang penulis lihat, banyak sekali pemuda-dalam hal ini remaja tidak termasuk- yang tidak lagi mengerti akan nilai-nilai sumpah pemuda dan juga tentang pancasila.
Ada pemuda yang kegemarannya hanya merong-rong tangkup kekuasaan seorang pemimpin dan meneriakinya laiknya anjing kelaparan tanpa memberikan solusi yang jelas, kritis namun tidak logis. Bagaimana tidak, ketika disuruh menuntut, menilai dan menghakimi paling jagonya namun, saat diminta solusi yang tepat mereka diam sejuta bahasa. Hanya matanya yang melotot layaknya ikan asin yang dijemur.
Padahal belum tentu saat mereka diberikan kesempatan untuk memimpin, mereka dapat menjadi pemimpin yang sempurna bagi rakyatnya.
Mungkin mereka sudah lupa  tentang sila ke-4 “Kerakyatan yang pimpin oleh khidmad, kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan”
Kemajuan masyarakat adalah saat kepemimpinan berjalan dengan khidmad. Sekarang bagaimana bisa maju bila di rong-rong terus?! (mohon maaf kalo salah mengartikan). Kemudian, alangkah baiknya kalau kita punya pandangan ataupun pendapat-demi majunya bangsa ini tentunya- kita bermusyawarah dan tidak meneriaki dari luar.
Namun hal itu masih bisa dikatakan lebih baik daripada pemuda yang acuh tak acuh terhadap kedaulatannya. Tak peduli apa yang  terjadi dan tak mau ambil pusing. Hal inilah yang sebenarnya lebih merusak. “pemuda sekarang adalah pemimpin masa depan” itulah sabda nabi, apa jadinya bila pemimpin kelak adalah sosok yang acuh dan tak mau perduli.

Kritis dan acuh, sah-sah saja untuk mempergunakannya, tapi keduanya mempunyai tempat masing-masing. Kita harus tahu kapan saatnya untuk kritis dan kapan waktu yang pas untuk menggunakan jiwa cuek kita.
Demi majunya bangsa yang –mungkin- kita banggakan ini, marilah kembali kita ingat dan mengamalkan –makna- pancasila,memahami arti pengorbanan dan perjuangan serta menggali prestasi untuk membuktikan bahwa kita adalah pemuda yang berbakti kepada pertiwi agar para tidak sia-sia setiap darah yang mengucur, setiap nyawa yang melayang dan setiap air mata yang tak terbendung.
Jangan biarkan pertiwi menangis melihat anak-anaknya.
Buatlah bunda pertiwi tersenyum kembali

Jumat, 29 Oktober 2010

Opini; Nasib Honorer

"TIADA KENIKMATAN KECUALI SETELAH BERSUSAH PAYAH"
Oleh: Rofiq 
cah Nglarangan

       Keputusan pemerintah mengangkat Guru Bantu dan Staff Tata Usaha(Honorer) menjadi Pegawai Negeri Sipil telah berjalan secara bertahap. Dan tak ayal, para tenaga honorer menyambutnya dengan tangan terbuka lebar dan hati yang sumringah. Maklum saja, setelah menjadi pegawai negeri, harapan untuk mengenyam hidup yang lebih layak terbuka.
      Dua bulan terakhir, pendataan guru dan juga staff honorer dilakukan oleh Dinas Pendidikan Lampung Barat. Seluruh tenaga honorer-yang masa kerjanya 5 tahun ke atas-  mulai dari SD, SMP dan SMA berbondong-bondong melakukan pemberkasan untuk memenuhi persyaratan.
      Harapan mereka hanya satu, yaitu pemerintah mengapresiasi atas dedikasi mereka terhadap dunia pendidikan dan apa yang mereka kerjakan dan juga kesabaran mereka mendapatkan hasil yang maksimal-terangkat sebagai pegawai tentunya-.
      Formasi pengangkatan Tenaga honorer ini tak pandang bulu, basic pendidikan ataupun kasta mereka. Semua yang sudah mengabdi minimal lima tahun mempunyai kesempatan untuk berebut kursi pegawai. Apalagi pengangkatan ini secara otomatis tanpa ada ujian atau apapun itu. Pokoknya otomatis dah...he..
      Nasiib akan berputar...Ketika masih menjadi guru honor, mungkin gajinya seperempat dari gaji guru PNS, bahkan  mungkin ada yang kurang. beban kerja yang berlipat ganda, cuti yang sama dengan nganggur, semua itu akan sirna. Karena saat menjadi PNS kewajiban mengajarnya hanya tinggal 18 jam setiap minggunya, bisa cuti tapi gaji utuh dan semua fasilitas yang dimiliki oleh Pegawai, entah askes, tunjangan fungsional dan masih seabreg lagi.

      Pokoknya, untuk teman-teman yang mengikuti pendataan semoga sukses deh.Bwt Mr. Husni Tamrin, 'congratulation' we wait your tumpeng rice...hmmmm nyammmi.Buat mbak Rodiah, Asnah, Hendra Komandan Hendi....sabar ja dlu...he....

Puisi; Pemuda


Pemuda
Oleh: Achsanur Rofiq

Pemuda..
Suci sumpahmu masih terngiang
Pengorbananmu kan slalu ku kenang
Semangatmu kan jadi panutan

Pemuda…
Engkaulah pahlawan
Sang penerus perjuangan
Yang belum terselesaikan

Pemuda…
Kini engkau telah tiada
Penerusmu pun tinggal seberapa
Namun aku akan selalu setia
Tuk bangkitkan pertiwi yang sedang merana

Sungguh betapa menyakitkan
Saat kini semua hilang

Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa Indonesia
Tinggallah slogan semata

Pemuda…
Janganlah kau bersedih disana
Atas apa yang terjadi terhadap sang bunda
karena masih ada yang berusaha
meskipun tidak seberapa

takkan pernah berhenti air mata mengalir
takkan pernah usai segala kesedihan
takkan pernah
takkan pernah
kecuali kau kembali lahir di bumi pertiwi

Duhai bunda pertiwi tercinta
Maafkan putra-putrimu
Atas segala kelemahan
Untuk meneruskan perjuangan
Di dedikasikan untuk para pemuda yang telah berjuang membela martabat bangsa
82 tahun yang lalu.
Juga untuk para pemuda masa kini semoga mampu mampu menghayati arti naskah sumpah pemuda
Waytenong, Oktober-29-2010

Puisi; Tuhan


Tuhan
Oleh: Achsanur Rofiq

Di setiap hela nafas
Di setiap degub jantung
Disetiap langkah kaki
Kan ku sebut selalu nama-Mu

Tak pernah terbersit menduakan-Mu
Tak pernah ku ingin berhenti memuji-Mu
Karena hanya Kau yang Satu
Menguasai hidup dan matiku

Dalam dekapMu ku merindu
Dalam kasihmu aku malu
Dosa yang kian membelenggu
Akankah dapatkan ampunan-Mu

Tuhan
Setiap gerak langkah Engkau tahu
Berbisiknya hatipun Engkau tahu
Maka ampunilah dosaku
Berikanlah rahmatmu

Jujur aku malu Tuhan
Atas semua tindakan
Yang begitu memalukan
Sehingga Kau berikan teguran

Yaa Robb…
Malam ini aku bersimpuh
Malam ini aku mengeluh
Agar kudapatkan rasa teduh
Agar hilang semua gemuruh

Ya robb
Satu pintaku kepadaMu
Sebelum ajal menjemputku
Ijinkanlah aku
Mengamalkan semua ilmu
Yang telah Kau berikan padaku

Ku tahu Kau mendengarku
Kumohon perdulikan aku
Ku tahu Kau melihatku
Kumohon kasihanilah aku
Di atas bumi fajar bulan lampung barat, di dalam sebuah kamar usang. Saat langit hanya menyisakan kegelapan. Tanpa bintang, tanpa bulan.
terucap sebuah harap
Permohonan ampun seorang hamba yang hina dina
Terhadap tuhannya yang Maha Segala
Way tenong, oktober 28 2010

Kamis, 28 Oktober 2010

Puisi; Pertanyaan Bodoh

Pertanyaan Bodoh                        oleh: Achsanur Rofiq  
Benar-benar Gila    Banjir dimana-mana
Salah siapa?
Gunung meletus
Salah siapa?
Gempa dan tsunami
Salah siapa?
Janganlah engkau bertanya
Karena aku bukan siapa-siapa
Pemimpin korupsi
Salah siapa?
Rakyat menderita
Salah siapa?
Lpg meledak
Salah siapa?
Janganlah kau bertanya
Karena aku hanya masyarakat biasa
Salah siapa
Salah siapa
Aku jadi bertanya-tanya
Hingga membuatku gila
Salah siapa
Salah siapa
Pertanyaan bodoh
Yang membuat kita tertawa
hahaha
Hey….
Engkau yang duduk bersantai …
Apakah kamu tak mendengarnya
Dia bertanya-tanya
Ini semua salah siapa?
Janganlah kau diam saja
Hey…
Kenapa kau tak menjawabnya?
Apakah kau malu
Jika Bau busuk mulutmu tercium
Atau kamu juga sudah gila?
Ha ha ha
Aku jadi semakin gila
Dengan semua lelucon yang ada
Ha ha ha
Jangan engkau menertawakannya
Karena dia sudah benar-benar gila
Ha ha ha
Aku gila?
Salah siapa?
Salah siapa?salah siapa
Aku menjadi benar-benar gila

Rabu, 27 Oktober 2010

Dilema Bangsa Indonesia

Dilema Bangsa
Oleh: Achsanur Rofiq 
 
        Menjadi koruptor sepertinya adalah sebuah obsesi dari para pemuka bangsa kita yang menjangkit hingga rakyat kecil menengah. Gaya hidup yang mencerminkan kebobrokan bangsa ini menjadi kian menjamur. Kebiasaan ini tidak lepas dari hilangnya rasa tanggung jawab yang juga di bumbui dengan rasa maklum ataupun toleransi yang tinggi dari masyarakat kita yang notabene bisa dikatakan sebagai korban.
        Seolah ada kebanggaan tersendiri saat mereka memakan uang rakyat, dan korupsi dianggap sebagai sebuah resiko sebagai seorang pemimpin. Tak lama ini Gubernur Sumut Syamsul Arifin terjerat kasus korupsi APBD tahun 2002-2007 senilai sembilan puluh sembilan miliar rupiah. Bukan kata maaf kepada masyarakat yang ia sampaikan saat para wartawan mencoba meminta keterangannya,namun dengan datar kepala daerah ke-14 yang tersangkut kasus korup ini mengatakan “resiko seorang pemimpin” sangat ironi memang.
        Mungkin ada benarnya apa yang samsul katakan berkaitan dengan resiko seorang pemimpin, karena di rilis dari sebuah harian nasional sudah terbukti 150 bupati/walikota dan 17 gubernur yang terungkap kasusnya. Kenyataan itu seolah mengukuhkan bahwa pernyataan samsul itu memang benar adanya sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa resiko seorang pemimpin adalah harus korupsi atau minimal mencekik rakyatnya bukan memimpin dan meningkatkan derajat bangsa ini.
        Tidak menutup kemungkinan masih banyak para pemimpin yang masih belum terungkap kasus mereka mungkin berkat kelihaiannya ataupun jampe yang mereka punya mampu menutupi kebusukannya.
Fenomena yang sungguh menyedihkan memang, ketika rakyat sudah mulai kehilangan sosok pemimpin yang bisa dijadikan panutan yang mana berimbas pada lunturnya rasa bangga terhadap bangsa dan nasionalisme yang mulai menurun. Sangat patut kita khawatirkan akan adanya sebuah pemberontakan atau pembebasan daerah yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
        Lembaga Survei Indonesia (LSI) menjelaskan peningkatan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemimpin negeri ini semakin menurun. Pada awal Juli tahun 2009 bisa dikatakan mendekati nilai sempurna karena hasil survey menyatakan 85% masyarakat kita merasa puas terhadap kinerja SBY. Pada November menurun di angka 75% dan seakan semakin kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap presiden, pada akhir januari kembali menurun menjadi 70%.
        Banyak sekali hal yang menyebabkan semakin merosotnya kepuasan masyarakat, selalin permasalahan Bank century yang hilang begitu saja-begitu juga dengan kasus yang lain-, konversi minyak tanah ke tabung gas yang menuai kontroversi-karena banyaknya ledakan yang terjadi akibat tabung gas, dan juga penaikan Tarif Dasar Listrik membuat rakyat semakin merasa di injak.
        Kenyataannya para pemimpin saat ini sudah tidak lagi mempunyai responsibility terhadap apa yang mereka emban. Prinsip mengayomi rakyat telah luntur. Masih segar di ingatan kita ketika saudara-saudara kita di papua terkena musibah banjir banding, presiden kita malah duduk manis di Stadion Gelora Bung Karno untuk menyaksikan timnas yang juga jadi bulan-bulanan Timnas Uruguay saat itu. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana perasaan saudara-saudara kita yang berada di papua.

        Selain tidak adanya responsibility atau rasa tanggung jawab dari para pemimpin, kecenderungan untuk memaklumi serta toleransi yang tinggi juga ikut serta dalam membangun kebobrokan bangsa ini. Pernah suatu ketika seorang saudara saya membayar pajak bumi dan bangunan, di kwitansi tertera angka Rp.8500,- namun uang Rp.10.000,- yang diberikan kepada petugas-yang mana disini yang bersangkutan adalah Pak RT- tak di kembalikan dengan alasan tidak ada kembalian. Dengan rasa maklumnya saudara saya tidak menagih kembaliannya yang hanya berjumlah Rp.1500,-.
        Saat itu terbersit dalam pikiran saya, bahwasanya rasa gengsi karena tidak mau meributkan uang yang jumlahnnya tak seberapa itulah penyebab pemakluman yang terjadi. Mari kita bayangkan jika dalam satu RT ada dua ratus orang, sudah berapa dana yang masuk ke kantong petugas-petugas itu.
        Pemakluman dan toleransi seperti inilah yang dimanfaatkan oleh para pemimpin kita. Jangankan dampak yang tidak dirasakan secara langsung dalam hal ini korupsi tentunya, dampak kerugian yang langsung nyata dirasakan saja tidak begitu diperdulikan lantaran rasa gengsi itu. Dan hal itu menimbulkan pemikiran di benak para calon koruptor “toh kalau terungkap mereka tidak merasakan dampaknya secara langsung saja bisa memakluminya”.
        Dalam rangka meningkatkan mutu bangsa kita dituntut untuk menyeleksi rasa toleransi serta pemakluman dan juga memupuk rasa tanggung jawab kita. Ada kalanya kita harus bersikap tegas meskipun masalah yang kita hadapi hanya sepele demi menghindari kemudharatan yang lebih besar. Dalam kaidah ushul fiqh (dasar ilmu fiqih) dijelaskan “apabila ada nampak dua masalah yang berujung keburukan, lihat atau ambillah yang lebih kecil dampaknya”. Jangan sampai kita mejadi masyarakat yang berperan serta terhadap gerakan pembobrokan bangsa ini.

Selasa, 24 Agustus 2010

YA'JUJ-MA'JUJ

Misteri Letak Penjara Ya-juj dan Ma-juj

Jenis dan Asal Usul Ya-juj dan Ma-juj dalam QS. Al-Kahfi : 94

Ya-juj dan Ma-juj menurut ahli lughah ada yang menyebut isim musytaq (memiliki akar kata dari bhs. Arab) berasal dari AJAJA AN-NAR artinya jilatan api. Atau dari AL-AJJAH (bercampur/sangat panas), al-Ajju (cepat bermusuhan), Al-Ijajah (air yang memancar keras) dengan wazan MAF’UL dan YAF’UL / FA’UL. Menurut Abu Hatim, Ma-juj berasal dari MAJA yaitu kekacauan. Ma-juj berasal dari Mu-juj yaitu Malaja. Namun, menurut pendapat yang shahih, Ya-juj dan Ma-juj bukan isim musytaq tapi merupakan isim ‘Ajam dan Laqab (julukan).

Para ulama sepakat, bahwa Ya-juj dan Ma-juj termasuk spesies manusia. Mereka berbeda dalam menentukan siapa nenek moyangnya. Ada yang menyebutkan dari sulbi Adam AS dan Hawa atau dari Adam AS saja. Ada pula yang menyebut dari sulbi Nabi Nuh AS dari keturunan Syis/At-Turk menurut hadits Ibnu Katsir. Sebagaimana dijelaskan dalam tarikh, Nabi Nuh AS mempunyai tiga anak, Sam, Ham, Syis/At-Turk. Ada lagi yang menyebut keturunan dari Yafuts Bin Nuh. Menurut Al-Maraghi, Ya-juj dan Ma-juj berasal dari satu ayah yaitu Turk, Ya-juj adalah At-Tatar (Tartar) dan Ma-juj adalah Al-Maghul (Mongol), namun keterangan ini tidak kuat. Mereka tinggal di Asia bagian Timur dan menguasai dari Tibet, China sampai Turkistan Barat dan Tamujin.

Mereka dikenal sebagai Jengis Khan (berarti Raja Dunia) pada abad ke-7 H di Asia Tengah dan menaklukan Cina Timur. Ditaklukan oleh Quthbuddin Bin Armilan dari Raja Khuwarizmi yang diteruskan oleh anaknya Aqthay. “Batu” anak saudaranya menukar dengan negara Rusia tahun 723 H dan menghancurkan Babilon dan Hongaria. Kemudian digantikan Jaluk dan dijajah Romawi dengan menggantikan anak saudaranya Manju, diganti saudaranya Kilay yang menaklukan Cina. Saudaranya Hulako menundukan negara Islam dan menjatuhkan Bagdad pada masa daulah Abasia ketika dipimpin Khalifah Al-Mu’tashim Billah pertengahan abad ke-7 H / 656 H.

Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang banyak keturunannya. Menurut mitos, mereka tidak mati sebelum melihat seribu anak lelakinya membawa senjata. Mereka taat pada peraturan masyarakat, adab dan pemimpinnya. Ada yang menyebut mereka berperawakan sangat tinggi sampai beberapa meter dan ada yang sangat pendek sampai beberapa centimeter. Konon, telinga mereka panjang, tapi ini tidak berdasar.

Pada QS. Al-Kahfi:94, Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang kasar dan biadab. Jika mereka melewati perkampungan, membabad semua yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk. Karenya, ketika Dzulkarnain datang, mereka minta dibuatkan benteng agar mereka tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan penduduk.

Siapakah Dzulkarnain ?
Menurut versi Barat, Dzulkarnain adalah Iskandar Bin Philips Al-Maqduny Al-Yunany (orang Mecedonia, Yunani). Ia berkuasa selama 330 tahun. Membangun Iskandariah dan murid Aristoteles. Memerangi Persia dan menikahi puterinya. Mengadakan ekspansi ke India dan menaklukan Mesir.

Menurut Asy-Syaukany, pendapat di atas sulit diterima, karena hal ini mengisyaratkan ia seorang kafir dan filosof. Sedangkan al-Quran menyebutkan; “Kami (Allah) mengokohkannya di bumi dan Kami memberikan kepadanya sebab segala sesuatu.”

Menurut sejarawan muslim Dzulkarnain adalah julukan Abu Karb Al-Himyari atau Abu Bakar Bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah (115 SM - 552 M.). Kerajaannya disebut At-Tababi’ah. Dijuluki Dzulkarnain (Pemilik dua tanduk), karena kekuasaannya yang sangat luas, mulai ujung tanduk matahari di Barat sampai Timur. Menurut Ibnu Abbas, ia adalah seorang raja yang shalih.

Ia seorang pengembara dan ketika sampai di antara dua gunung antara Armenia dan Azzarbaijan. Atas permintaan penduduk, Dzulkarnain membangun benteng. Para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15 M, di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai “Babul Hadid” (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya, juga Syah Rukh dan ilmuwan German Slade Verger. Arkeolog Spanyol Klapigeo pada tahun 1403 H. Pernah diutus oleh Raja Qisythalah di Andalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. “Babul Hadid” adalah jalan penghubung antara Samarqindi dan India.

BEBERAPA PENELITIAN TEMBOK YA’JUJ

Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holy Qur’an menulis bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan ordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama buzghol-khana dalam bahasa Turki, tetapi dulu nama Arabnya adalah bab al hadid. Orang Persia menyebutnya dar-i-ahani. Orang Cina menamakannya tie-men-kuan. Semuanya bermakna pintu gerbang besi.

Hiouen Tsiang, seorang pengembara Cina pernah melewati pintu berlapis besi itu dalam perjalanannya ke India di abad ke-7. Tidak jauh dari sana ada danau yang dinamakan Iskandar Kul. Di tahun 842 Khalifah Bani Abbasiyah, al-Watsiq, mengutus sebuah tim ekspedisi ke gerbang besi tadi. Mereka masih mendapati gerbang di antara gunung selebar 137 m dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Persis seperti bunyi surat Al Kahfi. Pada Perang Dunia II, konon Winston Churchill, pemimpin Inggris, mengenali gerbang besi itu.

Apa pun tentang keberadaan dinding penutup tersebut, ia memang terbukti ada sampai sekarang di Azerbaijan dan Armenia. Tepatnya ada di perunungan yang sangat tinggi dan sangat keras. Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam mahupun Rusia, terletak di republik Georgia.

Al-Syarif al-Idrisi menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, staf peneliti pada masa Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Konon, Al-Watsiq pernah bermimpi tembok penghalang yang dibangun Iskandar Dzul Qarnain untuk memenjarakan Ya’juj-Ma’juj terbuka.

Mimpi itu mendorong Khalifah untuk mengetahui perihal tembok itu saat itu, juga lokasi pastinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Tersebut dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.

Rombongan Sallam berangkat ke Armenia. Di situ ia menemui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia ia berangkat lagi ke arah utara ke daerah-daerah Rusia. Ia membawa surat dari Ishaq ke penguasa Sarir, lalu ke Raja Lan, lalu ke penguasa Faylan (nama-nama daerah ini tidak dikenal sekarang). Penguasa Faylan mengutus lima penunjuk jalan untuk membantu Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj-Ma’juj.

27 hari Sallam mengarungi puing-puing daerah Basjarat. Ia kemudian tiba di sebuah daerah luas bertanah hitam berbau tidak enak. Selama 10 hari, Sallam melewati daerah yang menyesakkan itu. Ia kemudian tiba di wilayah berantakan, tak berpenghuni. Penunjuk jalan mengatakan kepada Sallam bahwa daerah itu adalah daerah yang dihancurkan oleh Ya’juj-Ma’juj tempo dulu. Selama 6 hari, berjalan menuju daerah benteng. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj-Ma’juj berada.

Sallam kemudian pergi menuju pegunungan Ya’juj-Ma’juj. Di situ ia melihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, gambaran Sallam tentang tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detail (Anda yang ingin tahu bentuk detailnya, silakan baca: Muzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, karya al-Syarif al-Idrisi, hal. 934 -938).

Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya’juj-Ma’juj itu.

Ya’juj-Ma’juj sendiri, menurut penuturan al-Syarif al-Idrisi dalam Nuzhat al-Musytaq, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, membunuh, suku-suku lain. Mereka pembuat onar, dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya’juj dan Ma’juj kepada Iskandar Dzul Qarnain, Raja Macedonia. Iskandar kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi.

Menjelang Kiamat nanti, pintu itu akan jebol. Mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai turunnya Nabi Isa al-Masih.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya’juj-Ma’juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian Samarkand (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.

Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah pegunungan Ya’juj-Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Soalnya di sebelah Barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Temuan Arkeologis dari Kaum Tsamud

Dari berbagai kaum yang disebutkan dalam Al Quran, Tsamud ada-lah kaum yang saat ini telah banyak diketahui keberadaannya. Sumber-sumber sejarah mengungkapkan bahwa sekelompok orang yang disebut dengan kaum Tsamud benar-benar pernah ada.
Penduduk Al Hijr yang disebutkan dalam Al Quran diperkirakan adalah orang-orang yang sama dengan kaum Tsamud. Nama lain dari Tsamud adalah Ashab Al Hijr (Penduduk Al Hijr). Jadi kata “Tsamud” merupakan nama kaum, sementara kota Al Hijr adalah salah satu dari beberapa kota yang dibangun oleh kaum tersebut.
Ahli geografi Yunani, Pliny sepakat dengan ini. Pliny menulis bahwa Domatha dan Hegra adalah lokasi tempat kaum Tsamud berada, dan kota Al Hegra inilah yang menjadi kota Al Hijr saat ini.
Sumber tertua yang diketahui berkaitan dengan kaum Tsamud adalah tarikh kemenangan Raja Babilonia Sargon II (abad ke-8 SM) yang mengalahkan kaum ini dalam sebuah pertempuran di Arabia Selatan. Bangsa Yunani juga menyebut kaum ini sebagai “Tamudaei”, yakni, “Tsamud”, dalam tulisan Aristoteles, Ptolemeus, dan Pliny (hidup sebelum zaman Nabi Muhammad SAW, sekitar tahun 400-600 M), mereka benar-benar punah.
Dalam Al Quran, kaum ‘Ad dan Tsamud selalu disebutkan bersama-an. Lebih jauh lagi, ayat-ayat tersebut menasihati kaum Tsamud untuk mengambil pelajaran dari penghancuran kaum ‘Ad. Ini menunjukkan bahwa kaum Tsamud memiliki informasi detail tentang kaum ‘Ad.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata; ”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah ia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, maka kamu ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu peng-ganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al A’raf : 73-74)
Sebagaimana dapat dipahami dari ayat ini, terdapat hubungan antara kaum ‘Ad dan kaum Tsamud, bahkan mungkin kaum ‘Ad pernah menjadi bagian dari sejarah dan budaya kaum Tsamud. Nabi Shalih memerintahkan untuk mengingat kejadian kaum ‘Ad dan mengambil peringatan dari me-reka.
Kaum ‘Ad ditunjukkan kepada contoh dari kaum Nabi Nuh yang per-nah hidup sebelum mereka. Sebagaimana kaum ‘Ad mempunyai kaitan penting untuk sejarah kaum Tsamud, kaum Nabi Nuh juga mempunyai kaitan penting untuk sejarah kaum ‘Ad. Kaum-kaum ini saling mengenal dan kemungkinan berasal dari garis keturunan yang sama.
Al Quran menceritakan tentang adanya hubungan antara kaum ‘Ad dan Tsamud. Kaum Tsamud diingatkan untuk mengingat kejadian kaum ‘Ad serta mengambil pelajaran dari penghancuran mereka. Meskipun secara geografis kaum ‘Ad dan Tsamud sangat berjauhan dan sepertinya tidak berhubungan, namun dalam ayat yang ditujukan kepada kaum Tsamud dikatakan untuk mengingat kaum ‘Ad.
Jawabannya muncul setelah penyelidikan singkat dari berbagai sum-ber, bahwa memang terdapat hubungan yang sangat kuat antara kaum Tsamud dan kaum ‘Ad. Kaum Tsamud mengenal kaum ‘Ad karena kedua kaum ini sepertinya berasal dari asal usul yang sama. Britannica Micropaedia menuliskan tentang orang-orang ini dalam sebuah tulisan berjudul “Tsamud”:
Di Arabia Kuno, suku atau kelompok suku tampaknya telah memiliki keunggulan sejak sekitar abad 4 SM sampai pertengahan awal abad 7 M. Meskipun kaum Tsamud mungkin berasal dari Arabia Selatan, sekelompok besar tampaknya pindah ke utara pada masa-masa awal, secara tradisional berdiam di lereng gunung (jabal) Athlab. Penelitian arkeologi terakhir mengungkapkan sejumlah besar tulisan dan gambar-gambar batu tentang kaum Tsamud, tidak hanya di Jabal Athlab, tetapi juga di seluruh Arabia Tengah.
Tulisan yang secara grafis mirip dengan abjad Smaitis (yang disebut Tsamudis) telah diketemukan mulai dari Arabia Selatan hingga ke Hijaz. Tulisan itu, yang pertama ditemukan di daerah Utara Yaman Tengah yang dikenal sebagai Tsamud, dibawa ke Utara dekat Rub’al Khali, ke selatan dekat Hadhramaut serta ke Barat dekat Shabwah.
Kaum ‘Ad adalah sekelompok orang yang hidup di Arabia Selatan. Ada kenyataan penting bahwa banyak peninggalan kaum Tsamud ditemukan di daerah tempat kaum ‘Ad pernah hidup, khususnya sekitar bangsa Hadhram (Yaman Selatan), anak cucu ‘Ad, mendirikan ibu kotanya. Keadaan ini menjelaskan hubungan kaum ‘Ad dan Tsamud yang disebutkan dalam Al Quran. Hubungan tersebut diterangkan dalam perkataan Nabi Shalih ketika mengatakan bahwa kaum Tsamud datang untuk menggantikan kaum ‘Ad :
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata; ”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain-Nya…. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi.” (QS. Al A’raf: 73-74)
Singkatnya, kaum Tsamud telah mendapat ganjaran atas pembang-kangan terhadap nabi mereka, dan dihancurkan. Bangunan-bangunan yang telah mereka bangun dan karya seni yang telah mereka buat tidak dapat melindungi mereka dari azab. Kaum Tsamud dihancurkan dengan azab yang mengerikan seperti halnya umat-umat lainnya yang meng-ingkari kebenaran, yang terdahulu maupun yang terkemudian.
Dari Al Quran diketahui bahwa kaum Tsamud adalah anak cucu dari kaum ‘Ad. Bersesuaian dengan ini, temuan-temuan arkeologis memper-lihatkan bahwa akar dari kaum Tsamud yang hidup di utara Semenanjung Arabia, berasal dari selatan Arabia di mana kaum ‘Ad pernah hidup.
Dua ribu tahun silam, kaum Tsamud telah mendirikan sebuah kerajaan bersama bangsa Arab yang lain, yaitu kaum Nabatea. Saat ini di Lembah Rum yang juga disebut dengan Lembah Petra di Yordania, dapat dilihat berbagai contoh terbaik karya pahat batu kaum ini. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, keunggulan kaum Tsamud adalah dalam pertukangan.
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu peng-ganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al A’raf : 74)
Inilah sebahagian tapak-tapak binaan (132 chambers & tombs) tinggalan kaum Tsamud di Madain Salleh (lebih kurang 400km utara Madinah, Arab Saudi). Pada zaman itu, Allah swt utuskan Nabi Salleh a.s untuk dakwah kaum Tsamud kepada Tauhid tetapi mereka engkar dan mendapat balasan seksa (bala) dari Allah swt. (Era 200 BC – AD 200)
73. Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah ating bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”
74. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.
75. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: “Tahukah kamu bahwa Saleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya”.
76. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”.
77. Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”.
78. Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.
79. Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat”.
Bak kata alim ulama dulu, Rasulullah SAW bersama para sahabat R.A pernah melalui kawasan ini sewaktu menuju ke peperangan Tabuk. Baginda saw arahkan para sahabat (RA) agar segera bergerak meninggalkan Madain Salleh serta beristigfar. Itu a cerita zaman nabi di mana Nabi suruh para sahabat beredar dari tempat itu. Tapi zaman sekarang ni pula, terbalik la pulak. Semenjak Madain Salleh diiktiraf oleh UNESCO pada Julai 2008, ada pakej Umrah & Haji menawarkan lawatan ke sini tanpa menghiraukan larangan Nabi saw. Ish2..
Berikut ialah catatan seorang pengembara zaman (pelancong lah tu hehe) sekarang yang pernah ke situ, dipetik dari sebuah blog (rujukan dibawah sekali).
Gunung-gunung batu tersebut dibentuk kaum Tsamud menjadi istana, rumah, dan kuburan para petinggi kaum. Pahatan ukiran dan ornamennya sangat halus dan indah, menakjubkan. Wilayah kekuasaan kaum Tsamud membentang hingga ke wilayah Petra (Yordania). Bedanya, Petra sudah dijadikan komoditi parawisata inti Yordania selain Laut Mati. Sedangkan Mada’en Shaleh masih menjadi perdebatan antara kepentingan dinas pariwisata Saudi yang mulai mengangkat Mada’en Shaleh sebagai komoditi pariwisata, dengan para ulama yang berpendapat bahwa tempat tersebut adalah situs peninggalan “kaum terlaknat,” sehingga umat Islam diharamkan untuk menziarahinya.
Dikisahkan dalam Al-Qur’an, pada zamannya, kaum Tsamud memiliki keahlian arsitektur luar biasa. Nabi Shaleh, nabi kelima dari 25 nabi dan rasul yang tertulis, diutus Allah SWT, mengajak mereka untuk bertauhid. Namun, kaum Tsamud tidak menerima Nabi Shaleh begitu saja. Mereka minta ditunjukkan satu mukjizat sebagai bukti bahwa Shaleh adalah utusan Allah. Tak Cuma itu. Di luar batas kewajaran manusia, mereka minta seekor unta betina keluar dari celah bebatuan. Nabi Shaleh pun berdoa meminta kepada Yang Maha Kuasa. Doanya dikabulkan, dan keluarlah seekor unta betina dari celah bebatuan. Ia lalu berpesan kepada umatnya, jangan sampai menyakiti unta tersebut, apalagi membunuhnya. Azab Allah akan menyapu bersih, kalau sampai unta tersebut dibunuh. Kaum Tsamud akhirnya sepakat menjadi umat Nabi Shaleh.
Seiring perjalanan waktu, salah seorang umatnya kemudian mengingkari dan nekad membunuh unta tersebut. Menurut riwayat, konon sang pembunuh adalah utusan bersama para petinggi kaum yang diiming-imingi hadiah seorang wanita cantik. Nabi Shaleh marah luar biasa. Ia tahu, azab Allah tidak lama lagi akan datang dan membumi hanguskan kaumnya. Karena, “mukjizat unta” hanyalah simbol kepatuhan kaum Tsamud kepada Allah.
Setelah kejadian tersebut, kaum Tsamud masih menantang Nabi Shaleh, karena ternyata azab tidak kunjung datang melanda mereka. Maka, tidak lama berselang, murka Allah pun datang. Angin puting beliung dengan suhu udara yang sangat dingin menyelimuti hari-hari kaum Tsamud, diiringi gempa dahsyat. Akhirnya, kaum Tsamud tenggelam ditelan bumi. Yang tertinggal hanya beberapa rumah dan istana gunung batu sebagai hasil karya besar mereka.
Berjalan 2 km ke arah timur, terdapat peninggalan stasiun kereta api kuno tatkala kawasan Arab Hijaz berada di bawah kekuasaan Dinasti Ustmaniah Ottoman). Bangunanannya nampak masih terawat apik dan megah. Lokomotif tanpa mesin dan dua buah rangka gerbong, teronggok rapi di jalur rel dalam stasiun. Tidak salah pemerintahan Ustmaniah membangun stasiun di lokasi tersebut. Selain sebagai tempat transit, penumpang kereta dimanjakan dengan pemandangan hamparan Mada’en Shaleh yang terlihat jelas dari stasiun. Kini, situs ribuan tahun itu masih bisa dinikmati peziarah yang datang untuk se¬kadar berwisata atau para arkeolog de¬ngan tujuan penelitian. Departemen Pariwisata Saudi gencar memromosikan Mada’en Shaleh sebagai objek wisata se¬jarah selain Dir’iyah, situs kota tua Raja Abdul Aziz, pendiri kerajaan Saudi Arabia.

Sumber: harunyahya.com

Kamis, 19 Agustus 2010

flash back

     Sejarah telah mengajarkan kepada kita bagaimana Rosulullah mempertahankan agama yang kaffah ini (Islam), namun sepertinya sama sekali pelajaran itu tidak pernah masuk ke dalam otak dan batin kita. Peperangan demi peperangan beliau jalani, bahkan kita tau bagaimana gigi beliau patah saat bertempur melawan kafir quraisy laknatullah. Bagaimana derita beliau menghadapai masyarakat yang begitu antipati terhadap beliau.
    Mari kita korelasikan momen ramadhan ini dengan momen penuh sejarah dalam Negara Kesatuan ini. Selama tiga abad bahkan lebih, nusantara dijajah oleh negara-negara tetangga yang menginginkan kekayaan bumi pertiwi. Dan selama itu pula para pahlawan gugur mendahului kita menumpahkan segenap upaya untuk memerdekakan diri dari penjajahan.
    Namun sangat disayangkan...kembali, entah karena kita memang terlalu bodoh atau kita terlalu egois hingga tidak dapat sedikitpun menghargai momen yang penting ini. Padahal kita tau bahkan hafal betul bahwa 45 tahun yang lalu kita terbebas dari belenggu penjajahan. 
   Mari kita renungkan dan sedikit membayangkan!! Apa yang terjadi apabila saat itu Nabi Muhammad menyerah terhadap perjuangannya, sehingga kita tidak dapat menikmati rasa iman seperti saat ini. Apa yang terjadi bila para pejuang kita terdahulu berpangku tangan dan pasrah terhadap nasib saja, sehingga kita tidak dapat merasakan indahnya kemerdekaan.
LALU....APA YANG TELAH KITA BERIKAN UNTUK MEREKA